Pada
2007, Daeng Serang Dakko (Dg. Serang) mendapatkan penghargaan Maestro
dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Dg. Serang dianggap berkontribusi dalam mengembangkan
salah satu kesenian musik Bugis-Makassar, yaitu Gandrang Gendang.
Sudah lima tahun berturut-turut Dg. Serang dan kelompoknya diundang ke Thailand untuk bermain Gandrang Gendang. “Ramai sekali sambutan orang-orang di sana, mereka mau lihat kesenian Bugis-Makassar dari Indonesia,” tutur Dg. Serang, bangga. “Mereka lebih suka kesenian tradisi daripada modern,” tambah Sirajuddin Dg. Pata, salah seorang anggota kelompok Dg. Serang.
Gandrang Gendang adalah kesenian musik asli Bugis-Makassar. Bunyi gendang dipadukan dengan bunyi pui-pui
(sejenis suling) dan tarian. Irama yang dihasilkan bermacam-macam,
tergantung keadaan, ada irama untuk sambutan, perpisahan, pemacu
semangat, pembukaan acara, dan lainnya.
Gendang adalah alat musik pukul. Kalau dipukul pakai tangan disebut tumbuk; kalau dipukul pakai tongkat (ba’bala’) disebut tunrung. Rangkanya terbuat dari kayu campaga yang dikuatkan dengan ikatan rotan; karena sumber daya rotan sudah berkurang, fungsinya digantikan oleh tali plastik (tasi). Alasan pemakaian kayu campaga karena bunyi yang dihasilkannya bagus; kayu campaga juga
tahan dari lapuk karena rayap. Bagian yang dipukul terbuat dari kulit
kambing jantan. Alasan pemakaian kulit kambing jantan adalah karena
tipis sehingga menghasilkan bunyi yang lebih besar dan nyaring.
Kini, Gandrang Gendang masih
sering mengalun di acara-acara pernikahan, ritual adat, dan termasuk
festival yang sering diikuti Dg. Serang dan kelompoknya. Harapan Dg.
Serang dan teman-temannya, semoga kesenian Gandrang Gendang dapat terus terpelihara dan bertahan di tengah-tengah kuatnya pengaruh kesenian modern.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar